Menelusuri Jejak-Jejak Peninggalan Pahlawan di Kampung Arab Empang Kota Bogor

oleh -129 Dilihat
Suasana Alun-Alun Empang tempo dulu. (Dok. Batarfie.com/Foto: Universitas Leiden Belanda)

BOGOR TERKINI – Komunitas Napak Tilas Peninggalan Budaya (NTPB) yang dikomandani oleh Pupuhu Kang Hendra M Astari pada hari minggu tanggal 14 Agustus 2022 melakukan Napak Tilas ke Kampung Arab Empang, Kota Bogor.

Para anggota dan simpatisan berkumpul di alun-alun Empang yang berlokasi di Kelurahan Empang Kecamatan Bogor Selatan Kota Bogor, tujuannya untuk melihat jejak jejak peninggalan para pahlawan yang ada di kawasan ini,

Di dalam Buku Sejarah Bogor karya Saleh Danasasmita di ungkapkan bahwa alun-alun Empang telah ada semenjak Kerajaan Pajajaran masih berdiri yang merupakan alun-alun di luar gerbang menuju keraton.

[related by="category" jumlah="2" mulaipos="1"]
Anggota Komunitas Napak Tilas Peninggalan Budaya (NTPB) di Alun Alun Empang Kota Bogor. (Dok. NTPB/Yan Brata Dilaga)
Anggota Komunitas Napak Tilas Peninggalan Budaya (NTPB) di Alun Alun Empang Kota Bogor. (Dok. NTPB/Yan Brata Dilaga)

Di alun-alun luar inilah pernah terjadi peperangan antara bala tentara Kerajaan Banten dan Pajajaran.

Setelah lebih dari satu setengah abad tak berpenghuni, kawasan ini mulai ditempati lagi.

Berawal ketika Bupati Kampung Baru yaitu Demang Wiranata pada tahun 1754 mengajukan permohonan kepada Gubernur
Jenderal Jacob Mossel untuk bisa menyewa lahan.

[related by="category" jumlah="2" mulaipos="3"]

Yaitu di sebelah timur Cisadane yang dekat dengan muara sungai Cipakancilan dan kemudian diberi nama Kampung Sukahati.

Selain membangun pendopo atau
rumah dinas, Bupati Kampung Baru jugaembangun sebuah Alun-Alun.

Tak jauh dari Alun-Alun, dibuatlah Kolam Besar yang oleh masyarakat disebut empang.

[related by="category" jumlah="2" mulaipos="5"]

Rupanya keberadaan empang ini menjadikan nama Sukahati terdesak dan lambat laun tergantikan menjadi Kampung Empang.

Dari alun alun Empang, Pupuhu NTPB Kang Hendra M Astari menjelaskan tentang keberadaan Mesjid pertama yang ada di Kota Bogor yang berada disisi alun alun yaitu Masjid Agung Empang.

Masjid ini didirikan pada tahun 1817 oleh R. H. Muhammad Thohir yang dikenal sebagai Uyut Kampung Baru, masjid ini telah beberapa kali mengalami perbaikan dan perluasan.

[related by="category" jumlah="2" mulaipos="7"]

Pada masa revolusi fisik,masjid Agung Empang ini menjadi markas untuk mobilisasi laskar Hisbullah.

Dari masjid ini pejuang yang gugur untuk mempertahankan kemerdekaan dikafani, disholatkan dan diberangkatkan ke pemakaman Dereded.

Sebagai masjid utama yang berada paling dekat istana negara,pada tahun 1950-60an Bung Karno kerap sholat Jum’at di masjid ini begitu pula dengan tamu-tamu negara yang beragama Islam.

[related by="category" jumlah="2" mulaipos="9"]

Mereka menunaikan sholat Jum’at di masjid yang kini bernama At Thohiriyah.

Salah satu peninggalan yang sampai dengan hari ini dapat dilihat jejaknya adalah adanya Jam Jounghans yang berdiri tegak di muka mimbar yang merupakan peninggalan dan wakaf dari Dr. Marzoeki Mahdi.

Marzoeki Mahdi adalah Dokter Pejuang Ahli Penyakit Jiwa lulusan sekolah kedokteran Stovia di Batavia yang pernah menjadi anggota Boedi Oetomo dan Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Dari sekian banyak jamaah, salah satu yang menjadi jamaah tetap di masjid ini adalah Syekh Salim bin Awab Balweel, beliau adalah kapten Arab ke-empat (1929 – 1937).

Namanya diabadikan sebagai nama Jalan di kawasan Empang ini, Kapten Arab ini berasal dari Hadramaut, Yaman Selatan, dari keluarga saudagar kaya.

Sehingga ketika sampai di Hindia Belanda (Batavia dan Buitenzorg) dalam waktu singkat dia telah menjelma menjadi saudagar yang dihormati di kawasan ini.

Lahannya terbentang luas dari RS. Ummi sekarang sampai ke Gang Kurupuk.

Salim Balweel juga dikenal cakap dalam berorganisasi ia salah satu pengurus Jamiatul Khair organisasi Islam pertama di Hindia Belanda, Ketua Umum organisasi Al Irsyad Al Islamiyah (1914 – 1920).

Kemudian para “Ngapraker” melanjutkan Napak Tilas ke Masjid An Nur Tauhid, masjid yang dibangun pada tahun 1909 oleh komunitas arab yang berada di wilayah ini.

Di area samping masjid terdapat makam keramat Habaib Al Attas dan lainnya sehingga masjid ini lebih populer dengan sebutan masjid Habaib Keramat.

Setelah dari mesjid An Anur komunitas NTPB berjalan beberapa ratus meter menuju ke Gang Banjar, masih menurut kang Hendra Gang Banjar ini berkaitan dengan Gusti Muhammad Arsyad yang tertangkap Belanda pada tanggal 1 Agustus 1904

Gusti Muhammad Arsyad lalu diasingkan ke kampung Empang, beliau merupakan cucu dari pahlawan nasional Pangeran Antasari.

Tempat pengasingan Gusti Muhammad Arsyad di kampung empang ini di namakan Gang Banjar.

Walau gerak-geriknya dibatasi oleh
Belanda, Gusti Muhammad Arsyad
cukup aktif dalam bersosialisasi di
Buitenzorg.

Dia ikut membidani lahirnya
Sjarekat Dagang Islamijah bersama
Raden Tirto Adhi Soerjo dan beberapa saudagar Arab.

Bersama Raden Tirto, Arsyad mendirikan usaha penerbitan pertama di Nusantara yang dimodali dan dikelola oleh para bumi putram

Yaitu penerbitan Medan Prijaji, nama ini sebelumnya sudah menjadi nama surat kabar mingguan yang terbit di Bandung.

Dua tahun kemudian Istrinya yang bernama Ratu Zaleha juga tertangkap dan menyusul suaminya juga di asing di kawasan ini.

Ratu Zaleha adalah anak dari Gusti Muhammad Seman (Mat Seman) yang meneruskan perjuangan ayahnya melawan penjajah Belanda.

Mat Seman inilah yang dalam perjuangannya didampingi oleh tangan kanannya yang setia seorang pejuang legendaris nan gigih yaitu Demang Lehman.

Kang Hendra melanjutkan ke Gang Intan yang lokasinya tidak jauh dari Gang Banjar, banyak dikaitkan dengan Ratu Nyai Salamah.

Yaitu ibunda Ratu Zaleha yang keduannya mengalami pengasingan oleh Belanda dari tempat asalnya, yaitu Kesultanan Banjar.

Nyai Salamah yang pada masa mudanya mengetahui penjarahan harta Sultan Banjar yang dilakukan oleh penjajah Belanda.

Salah satu benda yang dijarah itu adalah sebongkah intan yang bernilai ratusan karat, rupanya peristiwa ini begitu membekas di benak Ratu Nyai Salamah.

Dalam masa pembuangannya di Buitenzorg, Nyai Salamah sudah berusia lanjut, rambutnya yang sudah memutih menjadikannya ia dikenal dengan sebutan Ni Putih.

Rupa-rupanya Ni Putih ini
mengidap penyakit tua atau pikun dalam kepikunannya Nyai Salamah sering kali mencari intan yang dibawa oleh Belanda dulu.

Dia melalui pintu belakang Puri Banjar yang terletak di Gang Banjar sekarang, berjalan kaki mencari intan tersebut melalui jalan setapak sampai ke Gang Intan sekarang.

Intan tersebut sampai sekarang masih ada dan tersimpan aman di musium Belanda, tutur kang Hendra.

Komunitas Napak Tilas Peninggalan Budaya (NTPB) adalah sebuah komunitas yang berkantor pusat di Bogor didirikan pada tanggal 5 April 2010.

Melalui NTPB ini mengajak siapa pun yang berminat untuk sama sama mengunjungi tempat bersejarah sekaligus mendokumentasikannya dan mendalami sisi sejarahnya dengan pendekatan ilmiah pungkas kang Hendra.

Mungkin tidak pernah terbayangkan oleh Demang Wiranata saat pertama membuka kawasan ini bahwa kelak daerah yang kini bernama Empang.

Empang saat ini menjadi tempat yang di diami oleh ribuan warga keturunan Timur Tengah terutama dari Handramaut, Yaman.

Yang kemudian beranak pinak dan para keturunannya kini sudah berasimilasi dengan kultur lokal berbahasa sunda dengan logat Bogornya yang khas dan sama seperti etnis lainnya.

Empang kini bukan saja tumbuh menjadi sebuah kawasan yang padat, tapi ia mirip sebuah mozaic dari tumbuhnya sebuah asimilasi budaya-budaya yang bersumber dari serpihan-serpihan perjalanan sejarah yang panjang.

Warga keturunan Timur Tengah mendominasi kawasan itu kini membawa serta budayanya terutama makanan khas Timur Tengah.

Makanan yang kini dijual itu tersebar di beberapa titik di daerah itu dan menjadi buruan para pencinta kuliner dari berbagai penjuru Indonesia.

Lebih dari itu, di tengah kesemrawutan jalanan Empang dan padatnya perumahan, Empang tetap menjadi magnet tersendiri karena Empang merupakan salah satu icon dari Kota Bogor.

“Di Nu Kiwari Ngancik Nu Bihari Seja Ayeuna Sampeureun Jag” (Yang ada sekarang adalah hasil masa lampau dan yang di lakukan sekarang buat masa depan). (Yan Brata Dilaga).***

Buat yang hobby berbagi tulisan, ayo menulis hikayat, cerita rakyat ataupun asal usul sejarah di kota Anda, artikel dapat dikirim lewat WhatsApp ke: 0855-7777888.

Boleh rewrite (menulis ulang) dari sumber resmi maupun website pemerintah dengan menncantumkan sumbernya, namun dilarang menyadur dari portal berita atau media online lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terkini Media Network (TMN) mendukung program manajemen reputasi melalui publikasi press release, content placement, dan iklan. Untuk kerja sama, hubungi: 08531-5557788

No More Posts Available.

No more pages to load.